Sejarah Tradisi Upacara Tetaken Gunung Limo
Seperti yang kita tau bahwa di Pacitan juga kaya akan wisata budayanya salah satunya adalah "Tetaken". Upacara adat Tetaken merupakan sebuah wujud kebudayaan hasil
karya manusia yang berlatar belakang sastra lisan mengenai cerita
rakyat, Ki Tunggul Wulung, Ki Brayut, dan Ki Tiyoso. Dan dalam
unsur pertunjukan upacara adat Tetaken terdapat unsur-unsur
yang memenuhi kriteria folklore.
Gunung Limo merupakan salah satu objek unggulan di
Kabupaten Pacitan, Gunung Limo terletak kurang-lebih 15 km dari Alun-alun
kota Pacitan ke arah timur tepatnya di Desa Mantren Kecamatan
Kebonagung. Gunung Limo selain menyimpan panorama yang
indah juga menawarkan potensi budaya lewat upacara adat
Tetaken.
Upacara adat Tetaken merupakan cerminan budaya
masyarakat di sekitar Gunung Limo yang sekaligus menjadi
setting upacara adat Tetaken. Karena memang upacara adat
Tetaken memiliki kaitan historis dengan Gunung Limo.
Cerita dimulai dimana saat kerajaan Majapahit mengalami
kemunduran dan yang menjadi Raja Majapahit adalah Brawijaya
V, dimana Putra Brawijaya V menikah dengan seorang putri Cina
dan menurut kepercayaan masyarakat Jawa, bila orang Jawa
menikah dengan orang Cina maka orang Jawa tersebut akan kalah
dalam segala hal. Brawijaya V menyadari hal tersebut, beliau
kemudian menyiapkan seseorang untuk berjaga-jaga bila hal
tersebut atau huru-hara tersebut benar-benar terjadi. Seseorang
yang dipersiapkan tersebut ialah Ki Tunggul Wulung. Brawijaya V
menyuruh Ki Tunggul Wulung untuk bersemedi di Gunung Lawu.
Ki Tunggul Wulung berangkat ke Gunung Lawu setelah menerima
arahan Brawijaya V, sesampainya di Gunung Lawu, Ki Tunggul
Wulung bertemu dengan Pandito atau seseorang yang sakti.
Di saat itulah Agama Islam masuk ke tanah Jawa lewat
daerah pesisir utara Pulau Jawa, karena tidak ingin masuk Islam
ketiga saudara Ki Tunggul Wulung yaitu Ki Brayut, Ki Buwono
Keling, dan Ki Tiyoso. Namun, mereka berempat bukan Saudara
Kandung melainkan Saudara satu perguruan. Ki Brayut, Ki
Buwono Keling dan Ki Tiyoso melarikan diri ke daerah selatan
sesuai dengan petunjuk gurunya, “Berjalanlah selama 40 hari dan
setelah mencapai tempat yang tinggi lihatlah kearah bawah bila
kalian melihat tempat yang datar, tempat itulah yang dinamakan
“Alas Wengker Kidul”. Seampainya di Wengker Kidul perjalanan
mereka dibagi menjadi tiga yaitu, Ki Buwono Keling lewat sebelah
utara, Ki Tiyoso lewat pesisir selatan dan Ki Brayut lewat tengah
hutan.
Singkat cerita Majapahit mengalami huru-hara besar dan
Ki Tunggul Wulung turun gunung, namun beliau tidak bisa
memadamkan huru-hara tersebut kemudian Ki tunggul Wulung
memutuskan untuk mencari ketiga Saudaranya dengan meminta
petunjuk dari Sang Guru namun Sang Guru dalam keadaan kritis
dan dalam hembusan nafas terakhirnya ia berpesan untuk
menggali makam dengan tongkatnya.
Setelah peristiwa tersebut Ki Tunggul Wulung mencari
ketiga saudaranya dan sampailah di tempat yang dinamakan
Astono Genthong, dari situ ia melihat gunung yang berjajar empat
( tidak lima bila dilihat dari Astono Genthong ). Kemudian ia
mempunyai firasat bila saudaranya berada di gugusan gunung
tersebut, namun sesampainya di gunung tersebut ia tidak
bertemu saudaranya.
Dari gugusan gunung yang berjumlah lima salah satunya
adalah tempat untuk bertapa atau bersemedi atau juga teteki.
Dikisahkan pula Kyai Tunggul Wulung adalah orang pertama yang
membuka lahan atau babad alas disekitar lereng gunung Limo
untuk mencapai lokasi pertapaan harus melewati banyak rintangan
seperti tangga (ondo rante) selain itu kita harus menembus hutan
lebat, tebing yang terjal serta Selo Matangkep.
Selo Matangkep adalah sebuah celah sempit diantara batu
besar yang hanya cukup dilewati sebadan orang saja, dipintu
masuk Selo Matangkep tersebut dipercaya apabila ada pengunjung
yang berniat jahat maka ia tidak akan bisa melewatinya, sementara
itu bagi yang berniat baik untuk berkunjung ke pertapaan kendati
mustahil ia berbadan besar maupun kecil bisa melewatinya.
Kabupaten Pacitan memiliki kekayaan budaya bangsa luhur yang tersebar diseluruh Kecamatan se Kabupaten Pacitan. Selain upacara adat yang sudah menjadi agenda rutin tingkat Kabupaten maupun tingkat Provinsi Jawa Timur, salah satunya adalah upacara adat “Tetaken Gunung Limo” yang merupakan upacara ritual nenek moyang yang mempunyai ciri tersendiri. Kekayaan budaya Pacitan perlu dikembangkan dan dilestarikan agar dapat menunjang kegiatan kepariwisataan daerah, regional, dan nasional.
Upacara adat Tetaken diadakan di Gunung Limo desa Mantren. Desa Mantren berada di wilayah Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan termasuk Desa yang berada di puncak gunung dan bebukitan yang kondisi alamnya terjal namun tidak kering. Dengan jalan yang berbelok–belok dan naik turun membuat semangat penduduk Desa Mantren dan sekitarnya hidup secara dinamis.
Penduduk Desa Mantren sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, penderes legen (sajeng) bahan gula merah (gula jawa) dan sebagian kecil sebagian pegawai (PNS).
Kronologi Tradisi Tetaken Gunung Limo Upacara adat Tetaken dilaksanakan pada tanggal 15 Suro/Muharram yang dimulai dari jam 13.00 sehabis Dzhur sampai selesai. Kronologi atau urutan upacara adat Tetaken dimulai dari peserta yang berjalan dari kaki Gunung menuju pelataran Gunung Limo. Pada barisan pertama yaitu Kepala Desa kemudian pembawa pusaka dan umbul–umbul, selanjutnya rombongan pembawa sesaji, kemudian rombongan pembawa tumpeng dan hasil bumi, setelah itu rombongan perangkat desa. Dibelakangnya rombongan pembawa legen (nira) sebagai hasil khas rakyat desa Mantren.
Kemudian rombongan pertapa yang dipimpin juru kunci menuruni gunung menuju pelataran/tempat upacara dengan berpakaian serba putih. Setelah semua peserta terkumpul upacarapun dimulai yang disaksikan oleh para penonton dan tamu undangan. Acara pertama yaitu para gadis maju kedepan untuk meletakkan sesaji dihadapan pemimpin upacara/pemuka adat.
Kemudian pemuka adat membaca do’a, setelah semua prosesi upacara selesai maka semua peserta upacara bersama–sama membagi–bagikan makanan dan melaksanakan acara makan bersama, tak terkecuali legen (nira). Legen tersebut ditawarkan kepada para tamu undangan untuk meminumnya.
Untuk acara terakhir yaitu hiburan yang biasanya ditampilkan seni daerah yaitu karawitan, tari–tarian dan langen bekso kethek ogleng (Ini merupakan bagian pertunjukan tari kethek ogleng atau tari kera putih). Dan setelah acara tersebut selesai maka prosesi upacara adat Tetaken telah usai.

UNSUR PERTUNJUKAN UPACARA ADAT TETAKEN :
1. Sebo
Sebo merupakan prosesi awal sebelum upacara adat Tetaken
dimulai atau dilangsungkan atau juga diselenggarakan. Sebo
berarti menghadap atau istilah lainnya mendaftar untuk menjadi
seorang murid, dalam prosesi awal ini sang Juru Kunci
memberikan pengarahan atau Wejang kepada Calon murid,
bahwa untuk meraih ilmu kanoragan itu harus menempuh lelaku
atau tirakat antara lain, poso, topo, semedi dan yang paling
penting yaitu netepi dharmo.
2. Cantrik
Setelah prosesi Sebo maka seorang murid akan diangkat menjadi
Cantrik atau nyantrik bila bersedia memenuhi syarat-syarat yang
telah di Wejang oleh Sang Juru Kunci kemudian murid akan
ngangsu kaweruh kepada Sang Guru atau Juru Kunci untuk
mengkaji atau belajar ilmu dari Sang Guru.
3. Semedi
Setelah prosesi Topo maka dilanjutkan dengan prosesi Semedi.
Prosesi ini membutuhkan ketabahan dan kekuatan dari seorang
murid untuk menjauhkan diri dari keramaian bahkan menahan
haus dan lapar sekaligus melewati godaan atau rintangan yang
muncul.
4. Thontongan
Prosesi ini sudah masuk dalam pagelaran upacara adat atau
prosesi yang dipertunjukkan sedangkan yang keempat prosesi
sebelumnya tidak dipertunjukkan. Thontongan merupakan prosesi
pertanda bahwa upacara adat Tetaken akan segera
dilangsungkan / dimulai.
5. Mandhap
Merupakan prosesi turunnya Juru Kunci beserta para murid yang
telah usai menjalankan prosesi semedi. Prosesi ini juga diiringi
dengan karawitan Slendro.
6. Siraman
Prosesi ini dimulai dengan Sang Juru Kunci berdo’a kepada Allah
SWT, semoga prosesi ini diridhoi oleh Allah SWT. Kemudian Sang
murid disucikan oleh Juru Kunci dengan cara menyiramkan air
dikakinya.
7. Pandhadaran
Prosesi ini merupakan ujian bagi Sang murid dimana murid akan
diuji kemampuan atau pandhadaran kemudian Sang murid akan
langsung diwisuda dengan ditandai Sang murid meminum air
Tirto Roso Dharmo dan sekaligus sebagai akhir dari syarat puasa
40 hari 40 malam dan juga akhir dari semedi. Kemudian sang
murid siap untuk Netepi Dharmo.
8. Kirab
Prosesi ini merupakan proses membawa sesaji ke tengah-tengah
lapangan.
9. Srah-srahan
Di prosesi ini Bapak Kepala Desa beserta perangkat desa Mantren
dan juga para warga masyarakat menyerahkan sesaji dari hasil
bumi masyarakat desa Mantren.
10. Ujuban
Prosesi ini adalah merupakan sebuah prosesi mengucapkan jenis-jenis sesaji oleh Sang Juru Kunci. Prosesi Ujuban sebagai berikut : “Sak derengipun nyuwun pangapunten kulo aminangkani
angaturaken punopo ingkang dados hajat utawi kaniatanipun poro
wargo desa Mantren lumantar panjenenganipun Bopo Lurah ing
Mantren mriki. Nyuwun sewu dumateng poro pinisepuh lan
sesepuh dalah poro rawuh sami ingkang satuhu kulo bekteni, awit
punopo penjenenganipun Bopo Lurah ngawontenaken sekul
tumpeng ageng sekul ambeng ageng balak tulak, soho ayam
panggang saking panyuwunipun anyenyuwun dumateng Gusti
ingkang Moho Agung, Gusti ingkang Moho Mirah, inggih puniko
Allah SWT. Bilih ing wekdal dinten puniko deso Mantren
ngawontenaken adat Tetaken kanthi alalentaran adat Tetaken kanthi
alalentaran sesajen kolo wau mugi-mugi Gusti Allah SWT
ngijabahi nopo kang dados kaniatanipun poro wargo, mugi-mugi
dumateng poro pinisepuh dalah poro rawuh sami kulo suwun idi
pangestunipun nggih ……. awit punopo angedalaken memule
ingkang dipun syukur pikule Kyai Tunggul Wulung ingkang
sampun mbangun teki mugi-mugi dadoso tepo tulodho
dumateng kawulo mudo taruno sageto nglestarekno budoyo
sageto lestari widodo saget kondang kaloko sak indenge bawono
mugi-mugi Gusti Allah paring Kabul dumateng poro pinisepuh
dalah poro rawuh sami kakung sumawono putri kulo angaturi
andongakaken paring pinuju nggih ……..
Awit punopo ngawontenaken sesaji tumpeng songo memule
memetri ugo sakego rampenipun wontenipun semoyo
wontenipun woh-wohan, wontenipun semoyo, wontenipun polo
gumandul mboten sanes anjangkepi sesajen wonten pengetan
Tetaken ing Gunung Limo mugi-mugio dadoso sarono deso
Mantren sageto nglestarekno budoyo Agung puniko ngantos
kondang kaloko sakindenge bawono mugo-mugo poro pinisepuh
dalah poro rawuh dipun suwun pandongakipun dumateng
ingkang pinuju nggih ….. Bab punopo angedalaken jenang abang,
jenang tulak, jenang sengkolo, sakugo rampenipun mboten sanes
nyengkalani poro wargo anggenipun ngolah Tetaken, anggenipun
deres sageto lestari, widodo pinuju wiwit dinten puniko ngantos
sak lami-laminipun, mugio Gusti Allah paring terkabul. Awit
punopo angedalaken sesajen rupi-rupi sesajen amengeti Tetaken
ing tahun 2009 ingkang manggen wonten dinten Seloso Legi, 13
Januari mugio paring barokah, wilujeng sak laminipun kulo suwun
pando’aaken paring pinuju nggih …. makaten anggen kulo
ngaturaken do’a nyumanggakaken dumateng sesepuh.”
Kalau di artikan dalam bahasa indonesia sebagai berikut “Sebelumnya mohon maaf saya selaku wakil dari Bapak Kepala
Desa yang punya hajat beserta warga Desa Mantren sini. Mohon
maaf kepada para sesepuh dan penonton semua yang saya
hormati, kenapa bapak kepala Desa mengeluarkan nasi tumpeng
dan ayam panggang untuk memohon kepada Tuhan yang maha
Besar, maha Pemurah, yaitu Allah SWT. Di hari ini di Desa
Mantren mengadakan upacara adat Tetaken dengan sesajen itu
tadi. Semoga Allah SWT mengabulkan apa yang sudah menjadi
niat para warga dan memohon doa restunya…………….
Dengan mengeluarkan sajen yang untuk ucapan terimakasih Kyai
Tunggul Wulung yang sudah membangun pertapaan dan
semoga mampu menjadi contoh bagi generasi muda untuk
melestarikan budaya semoga tetap lestari dan terkenal di seluruh
dunia. Semoga Allah SWT mengabulkan, kepada sesepuh dan
penonton baik laki-laki maupun perempuan saya meminta untuk
berdo`a kepada yang maha kuasa………………
Dengan mengeluarkan sesaji tumpeng Sembilan dan lain-lainnya
berupa buah-buahan dan lain-lainnya untuk melengkapi sesaji ini.
Semoga menjadi sarana Desa Mantren untuk melestarikan budaya
yang besar ini dan semoga para sesepuh dan para tamu ikut
mendo`akan kepada yang maha kuasa…………..
Dengan mengeluarkan kue merah, kue tolak bala dan lain-lainnya
tidak lain untuk menolak gangguan para warga untuk melestarikan
Tetaken dan saat mengambil air nira kelapa dapat terus
berlangsung mulai hari ini untuk memperingati Tetaken di tahun
2009 yang jatuh pada tanggal 13 Januari semoga berkah selama-
lamanya saya mohon doa kepada Allah SWT. Demikian dari saya
dan untuk doa saya serahkan kepada sesepuh.
11. DoaDoa ini di bacakan oleh sesepuh Desa setempat setelah juru kunci selesai membacakan niat untuk sesajen yang di persembahkan sebagai simbolis acara ritual ini.
12. Pada Legen
Setelah prosesi doa maka masuklah pada prosesi pada legen yang
bermakna bahwa legen merupakan hasil bumi yang berupa nira
kelapa sebagai minuman khas di Desa Mantren sekaligus sebagai
penghormatan kepada para tamu sebelum menyantap hidangan
sesaji.
13. Beksan Gunung Limo
Di acara ini merupakan sebuah pertunjukan tari khas Gunung
Limo.
14. Beksan Kethek ogleng
Ini merupakan bagian pertunjukan tari kethek ogleng atau tari kera
putih. Dan setelah ke empat belas acara tersebut selesai maka
prosesi upacara adat Tetaken telah usai.

ISTILAH-ISTILAH PADA TRADISI TETAKEN :
1. Dalang
Dalang disini berfungsi sebagai pembawa acara sekaligus sebagai
pembaca narasi cerita upacara adat Tetaken.
2. Pengrawit
Istilah ini bermakna orang yang memainkan gamelan pengiring
upacara adat Tetaken.
3. Gamelan Slendro
Gamelan ini sebagai alat untuk megiringi upacara adat Tetaken
yang dimainkan oleh pengrawit.
4. Sinden
Sinden ini sebagai penyanyi tugasnya menyanyikan tembang atau
gendhing-gendhing atau lagu-lagu Jawa.
5. Ledek
Bermakna penari perempuan yang membawakan beksa Gunung
Limo.
6. Sesajen
Istilah ini bermakna Perlengkapan upacara adat Tetaken yang
berupa jenis-jenis hasil bumi antara lain tumpeng ayam
panggang, polo gumandul, polo pendem, jenang atau kue.
7. Juru Kunci
Istilah ini berarti orang yang merawat sekaligus sesepuh pertapaan
Gunung Limo.

MAKNA SIMBOL PADA UPACARA ADAT TETAKEN :
Dari penelitian unsur makna simbol upacara adat Tetaken ini
terdapat dua kategori simbol, yaitu simbol verbal dan simbol
non verbal. Dan inilah bahasan kedua
makna simbol tersebut.
A. Makna simbol verbal upacara adat Tetaken
1. Tetaken
Istilah ini merupakan istilah kunci karena memang istilah ini
merupakan judul upacara Adat yang ada di Desa Mantren
Kecamatan Kebonagung Kabupaten Pacitan. Tetaken berarti
membangun Pertapaan atau tempat bersemedi atau teteki
sesuai cerita bahwa Ki Tunggul Wulung membangun
pertapaan di Gunung Limo.
2. Nguri-nguri
Istilah ini merupakan intisari upacara adat Tetaken karena istilah
ini bermakna menjaga dan melestarikan agar tetap ada disini
yang dimaksud melestarikan adalah menjaga dan melestarikan
pertapaan atau Tetaken Gunung Limo agar tetap menjadi aset
yang berharga bagi bangsa dan Negara.
3. Wejang
Istilah ini merupakan istilah yang ada di prosesi sebo yang
bermakna arahan dari sang juru kunci kepada calon murid
mengenai syarat syarat untuk menjadi seorang cantrik atau
murid.
4. Lelaku
Istilah ini merupakan rangkaian dari wejang, lelaku ini
bermakna jalan yang harus ditempuh yang sifatnya wajib yang
berupa puasa 40 hari 40 malam. Semedi dan sebagainya yang
bersifat wajib.
5. Ngangsu Kaweruh
Setelah resmi diangkat menjadi seorang cantrik atau murid
maka seorang murid memasuki ngangsu kaweruh yang
bermakna belajar ilmu dari sang guru.
6. Tirto Roso Dharmo
Setelah prosesi semedi maka sang murid minum air tirto roso
dharmo yang bermakna bahwa seorang murid akan selalu
berbakti kepada lingkungan atau masyarakat dan setelah
minum tirto roso dharmo segala kemungkaran akan dikurung.
7. Netepi Dharmo
Istilah ini merupakan atau memiliki makna yang sangat dalam
bagi sang murid karena netepi dharmo bermakna bahwa ia
akan selalu mengamalkan apa yang telah diperolehnya untuk
masyarakat nusa dan bangsa.
8. Syukuran
Syukuran merupakan simbol verbal yang muncul setelah
proses doa dimana semua peserta makan sesaji bersama-
sama syukuran bermakna bahwa semua sedekah yang telah
dikeluarkan oleh warga desa Mantren dengan harapan upacara
adat Tetaken tetap lestari untuk selama-lamanya sekaligus
masyarakat tetap diberkahi rejeki dari Allah SWT.

B. Makna Simbol Non Verbal upacara adat Tetaken
1. Gunungan Limo
Gunungan ini berbentuk sama dengan wayang kulit, yang
bermakna bahwa Gunung Limo masih menjadi lambang
daerah Kabupaten Pacitan sampai sekarang.
2. Tumpeng
Merupakan perwujudan hasil bumi Desa Mantren yang
berwujud beras yang dibentuk kerucut untuk memenuhi
kelengkapan sesaji.
3. Ayam Panggang
Ayam panggang disini bermakna bahwa manusia itu
diibaratakan berasal dari putih dan merah seperti ayam
sebelum dipanggang dan seusai dipanggang.
4. Jenang Tulak
Kue ini bermakna untuk menjauhkan warga Desa Mantren dari
segala gangguan yang tidak diinginkan.
5. Legen
Salah satu perlengkapan sesaji yang berasal dari air nira kelapa
yang ditaruh dalam bumbung atau dalam ruas bambu. Wujud
penghasilan warga Desa Mantren.
6. Gentong
Perlengkapan ini untuk menaruh hasil bumi legen yang diberi
doa dan bermakna bahwa semoga hasil bumi yang berupa
legen tersebut tetap lestari dan merupakan penghasilan yang
tetap selain bercocok tanam.
7. Umbul-umbul
Istilah ini bermakna bahwa ini merupakan kebudayaan yang
besar yang harus tetap dilestarikan.
8. Geber Pethak
Geber pethak ini merupakan sebuah kain putih yang di bawa
dibelakang cantrik sebelum diwisuda yang bermakna bahwa
kain ini melambangkan bahwa seorang cantrik masih putih
bersih setelah usai menjalankan semedi.
Sumber :
http://alipz33.mywapblog.com https://ugengknowledge.wordpress.com
http://aiemlastfriends.blogspot.in